dosen : lenie okviana
1). Mengapa bahasa melayu
diangkat menjadi bahasa indonesia?
2). Bagaimana proses terjadinya bahasa indonesia sampai menjadi
bahasa negara?
3). Jelaskan ragam bahasa tulis dan ragam bahasa lisan?
4). apa maksud slogan "gunakan lah bahasa indonesia dengan baik
dan benar?
jawaban
1). Bahasa melayu mempunyai peranan yang sangat penting di berbagai
bidang atau kegiatan di Indonesia pada masa lalu. Bahasa ini tidak hanya
sekedar sebagai alat komunikasi dibidang ekonomi (perdagangan). Tetapi juga
dibidang visual (alat komunikasi massa). Politik (perjanjian antar kerajaan).
Sejak itulah penguasaan dan pemakaian bahasa melayu menyebar ke seluruh pelosok
kepulauan Indonesia.
Perkembangan bahasa melayu tersebut
dinamakan perkembangan konseptual yang memiliki tiga bentuk. Pertama,
perkembangan bahasa yang dipengaruhi oleh interaksi antar daerah, Kedua,
perkembangan bahasa daerah yang lain, dan yang terakhir perkembangan bahasa
yang di akibatkan oleh pertemuan bahasa melayu dalam konteks yang lebih luas.
Bahasa melayu berkembang berdasarkan
interaksi dengan lingkungan sosial yang bersinggungan antar ruang dan waktu,
yang mana terjadi suatu hal yang sedang mempengaruhi penggunaan bahasa.
Historis tersebut dapat dilihat dari asal usul bahasa yang merupakan awal
komunikasi antar orang yang menggunakan bahasa isyarat ke kata-kata yang
semakin komunikatif.
2). adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan
bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai
berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai
bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa
Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai
adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19.
Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa
kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak
awal abad ke-20. Penamaan “Bahasa Indonesia” diawali sejak dicanangkannya
Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan “imperialisme bahasa”
apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya
Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau
maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa
yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan
maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Perkembangan Ejaan dalam Bahasa Indonesia
Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/Indonesia
mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:
Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu
dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan
Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun
1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen
itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini
yaitu:
1. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i
sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong
seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam
Soerabaïa.
2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata
jang, pajah, sajang, dsb.
3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata
goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4. Tanda diakritik, seperti koma ain dan
tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
Ejaan Republik
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret
1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan
Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
1. Huruf oe diganti dengan u pada
kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis
dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2
seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
4. Awalan di- dan kata depan di
kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)
Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun
1959. Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah
peresmian ejaan ini.
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan
(EYD)
Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada
tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu
berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa
serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia semakin dibakukan.
Perubahan yang terjadi ({Bahasa Indonesia
pra 1972/ Malaysia pra 1972/ sejak 1972}) yaitu {tj/ch/c}, {dj/j/j},
{ch/kh/kh}, {nj/ny/ny}, {sj/sh/sy}, {j/y/y}, {oe*/u/u}.
Catatan: Tahun 1947 “oe” sudah digantikan
dengan “u”.
Kata serapan dalam bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang
terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa ini banyak menyerap kata-kata dari bahasa
lain. Adapun beberapa bahasa yang banyak diserap menjadi bahasa antara lain :
Belanda = 3.280 kata, Inggris = 1610 kata, Arab = 1495 kata, Sansekerta-Jawa
kuna = 677 kata, Tionghoa = 290 kata, Portugis = 131 kata, Tamil = 83 kata, Parsi
63 kata, Hindi = 7 kata, dan lain-lain. Penyerapan juga dilakukan terhadap
bahasa-bahasa daerah seperti jawa, sunda, dll. Angka tersebut di atas dalam
perkembanganya akan selalu mengalami perubahan karena kebutuhan akan bahasa.
Seringkali terjadi penambahan kosa kata yang diambil dari bahasa lain karena
pertukaran budaya bangsa.
Sumber: Buku berjudul “Senarai Kata
Serapan dalam Bahasa Indonesia” (1996) yang disusun oleh Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa (sekarang bernama Pusat Bahasa).
Penggolongan
Indonesia termasuk anggota dari Bahasa
Melayu-Polinesia Barat subkelompok dari bahasa Melayu-Polinesia yang pada
gilirannya merupakan cabang dari bahasa Austronesia. Menurut situs Ethnologue,
bahasa Indonesia didasarkan pada bahasa Melayu dialek Riau yang dituturkan di
timur laut Sumatra
Distribusi geografis
Bahasa Indonesia dituturkan di seluruh
Indonesia, walaupun lebih banyak digunakan di area perkotaan (seperti di
Jakarta dengan dialek Betawi serta logat Betawi).
Penggunaan bahasa di daerah biasanya lebih
resmi, dan seringkali terselip dialek dan logat di daerah bahasa Indonesia itu
dituturkan. Untuk berkomunikasi dengan sesama orang sedaerah kadang bahasa
daerahlah yang digunakan sebagai pengganti untuk bahasa Indonesia.
Kedudukan resmi
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang
sangat penting seperti yang tercantum dalam:
1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan
bunyi, ”Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.
2. Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV
(Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36
menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan
bahasa Indonesia sebagai:
1. Bahasa kebangsaan, kedudukannya berada
di atas bahasa-bahasa daerah.
2. Bahasa negara (bahasa resmi Negara
Kesatuan Republik Indonesia)
SUMBER : WIKIPEDIA
3). Bahasa ragam lisan agak berbeda dengan
ragam tulis. Ragam lisan atau ragam ajaran dimiliki oleh masyarakat bahasa,
sedangkan ragam tulis yang lahir kemudian tidak harus dimiliki oleh masyarakat
bahasa. Bahasa Melayu sebagai akar bahasa Indonesia semula cenderung digunakan
secara lisan. Namun, dalam perkembangannya beberapa macam huruf digunakan untuk
menuliskan bahasa Melayu. Pada zaman Sriwijaya digunakan huruf dewa Nagari
untuk menuliskan bahasa Melayu Kuno, sedangkan pada masa kejayaan Malaka
digunakan huruf Arab-Melayu (huruf pegon atau huruf Jawi). Pada perkembangan
berikutnya, bahasa Melayu menggunakan huruf Latin, terutama semenjak
diberlakukannya ejaan van Ophuysen tahun 1901. Setelah bahasa Melayu diresmikan
menjadi bahasa nasional dengan nama bahasa Indonesia digunakan ejaan yang
tulisannya mengacu pada huruf Latin.
Perbedaan antara ragam lisan dan ragam
tulis ada dua macam. Pertama, berhubungan dengan peristiwanya. Jika digunakan
ragam tulis partisipan tidak saling berhadapan. Akibatnya, bahasa yang
digunakan harus lebih terang dan lebih jelas sebab berbagai sarana pendukung
yang digunakan dalam bahasa lisan seperti isyarat, pandangan dan anggukan, tidak
dapat digunakan. Itulah sebabnya mengapa ragam tulis harus lebih cermat. Pada
ragam tulis fungsi subjek, predikat, dan objek serta hubungan antar fungsi itu
harus nyata. Pada ragam lisan partisipan pada umumnya bersemuka sehingga
kelengkapan fungsi-fungsi itu kadang terabaikan. Meskipun demikian, mereka
dapat saling memahami maksud yang dikemukakan karena dibantu dengan unsur
paralinguistik.
Orang yang halus rasa bahasanya sadar
bahwa kalimat ragam tulis berkaitan dengan kalimat ragam ajaran. Oleh karena
itu, sepatutnya mereka berhati-hati dan berusaha agar kalimat yang dituliskan
ringkas dan lengkap. Bentuk akhir ragam tulis tidak jarang merupakan hasil dari
beberapa kali penyuntingan. Hal ini akan berbeda dengan kalimat ragam lisan
yang kadang kala kurang terstruktur, karena sifatnya yang spontanitas.
Hal kedua yang membedakan ragam lisan dan
tulis berkaitan dengan beberapa upaya yang digunakan dalam ajaran, misalnya
tinggi rendah, panjang pendek, dan intonasi kalimat. Semua itu tidak terlambang
dalam tata tulis maupun ejaan. Dengan demikian, penulis acap kali perlu
merumuskan kembali kalimatnya jika ingin menyampaikan jangkauan makna yang sama
lengkapnya atau ungkapan perasaan yang sama telitinya dengan ragam lisan. Dalam
ragam lisan, penutur dapat memberikan tekanan atau memberikan jeda pada bagian
tertentu agar maksud ajarannya lebih mudah dipahami.
Diposkan oleh ipan parhan anwari
Penggunaan bahasa indonesia secara
baik dan benar
Selain bermacam ragam bahasa yang telah
kita bicarakan, adalagi penggunaan ragam bahasa yang khas, yaitu bahasa
indonesia yang baik dan benar.
ungkapan gunakanlah bahasa indonesia yang
baik dan benar telah menjadi slogan yang memasyarakat, baik melalui jasa
guru dilingkungan sekolah, jasa media massa (media cetak-surat kabar dan
majalah - ataupun media elektronik - radio,televisi dan internet).
Apakah sebenarnya makna ungkapan itu?
Apakah yang dijadikan alat ukur (kriteria) bahasa yang baik? Adapula alat ukur
bahasa yang benar?
Supaya tidak hanya menggunakan slogan itu,
tetapi dapat menerapkannya, marilah kita perhatikan kriteria bahasa yang baik
dan benar dibawah ini.
Kaidah yang digunakan untuk penggunaan
bahasa yang benar adalah kaidah bahasa, kaidah itu meliputi beberapa aspek
yaitu :
1. Tata bunyi (fonologi)
Pada aspek tatabunyi,
misalnya kita telah menerima bunyi |f|, |v| dan |z|.
Oleh karena itu
kata-kata yang benar adalah Fajar, Fakir, Motif, Aktif,Variabel, Devaluasi,
Vitamin,Zakat, Zebra
dan Izin.
2. Tata Bahasa (kata dan kalimat)
Pada aspek tata
bahasa, mengenai bentuk kata misalnya, bentuk yang benar misalnya ubah,
mencari, terdesak, mengebut,
tegakkan dan pertanggung jawaban, bukan obah|robah|rubah,
nyari, kedesak,ngebut, tegakkan dan pertanggungan
jawab.
3. Kosakata (termasuk istilah)
Pada aspek kosakata,
kata-kata seperti bilang, kasih, entar dan udah, lebih baik diganti dengan
berkata/mengatakan, memberi, sebentar
dan sudah dalam penggunaan bahasa indonesia yang
benar. Dalam hubungannya dengan per istilahan, istilah
dampak (impact), bandar udara, keluaran (output) dan pajak
tanah (land tax) dipilih sebagai istilah yang benar, daripada istilah pengaruh,
pelabuhan udara, hasil dan pajak bumi.
4. Ejaan
Dari segi ejaan, penulisan
yang benar adalah analisis, hakikat, objek, jadwal, kualitas dan herarki.
5. Makna
Dari segi makna, pengunaan
bahasa yang benar bertalian dengan ketepatan menggunakan kata yang
sesuai dengan tuntunan makna. Misalnya dalam bahasa ilmu tidak tepat jika
menggunakan kata yang bermakna konotatif
(kiasan).
Jadi,penggunaan bahasa yang
benar adalah penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa.
4). Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah
bahasa baku, baik kaidah untuk bahasa baku tertulis maupun bahasa baku lisan.
Ciri – cirri ragam bahasa baku adalah
sebagai berikut :
1.Penggunaan kaidah tata bahasa normatif.
Misalnya dengan penerapan pola kalimat yang baku: acara itu sedang kami
ikuti dan bukan acara itu kami sedang ikuti.
2. Penggunaan kata-kata baku. Misalnya
cantik sekali dan bukan cantik banget; uang dan bukan duit; serta tidak mudah
dan bukan nggak gampang.
3. Penggunaan ejaan resmi dalam ragam
tulis. Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang
disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.
4. Penggunaan lafal baku dalam ragam
lisan. Meskipun hingga saat ini belum ada lafal baku yang sudah ditetapkan,
secara umum dapat dikatakan bahwa lafal baku adalah lafal yang bebas dari
ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa daerah. Misalnya: /atap/ dan bukan
/atep/; /habis/ dan bukan /abis/; serta /kalaw/ dan bukan /kalo/.
5. Penggunaan kalimat secara efektif. Di
luar pendapat umum yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia itu bertele-tele,
bahasa baku sebenarnya mengharuskan komunikasi efektif: pesan pembicara atau
penulis harus diterima oleh pendengar atau pembaca persis sesuai maksud
aslinya.
Sumber: http://ivanlanin.wordpress.com/2010/03/15/bahasa-indonesia-yang-baik-dan-benar/